Gaya Hidup post authorKiwi 18 Juli 2021

ASI Eksklusif dan Makanan Bergizi Cegah Pneumonia pada Anak, WHO Rekomendasikan Vaksinasi PCV

Photo of ASI Eksklusif dan Makanan Bergizi Cegah Pneumonia pada Anak, WHO Rekomendasikan Vaksinasi PCV Ilustrasi

 

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, makanan bergizi seimbang, mengurangi polusi udara, menerapkan etika batuk yang benar (termasuk di dalam rumah), serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), merupakan sejumlah cara agar anak tidak terkena pneumonia.

"Strategi pemerintah mulai dari pemeriksaan selama kehamilan, pemberian ASI eksklusif dan makanan bergizi, mendorong melakukan PHBS, mengurangi polusi udara di dalam rumah, edukasi etika batuk, deteksi dini dan imunisasi. Semua ini dilakukan melalui pendekatan keluarga," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi dalam webinar "Ayo Imunisasi, STOP Pneumonia", Kamis (15/7).

Di sisi lain, imunisasi juga perlu diberikan untuk melindungi anak, termasuk vaksin PCV. Hal itu berdasarkan fakta terjadinya pneumonia akibat infeksi salah satunya oleh bakteri Pneumokokus yang mengenai jaringan di saluran pernapasan bawah yaitu paru-paru.

Di Indonesia, terdapat 49,5 persen kasus yang disebabkan bakteri Pneumokokus yang sebenarnya bisa dicegah infeksinya melalui pemberian vaksin PCV.

Dari sisi angka kasus, rerata terjadinya 1,26 juta kasus pneumonia setiap tahun di antara balita dan mereka ini dirawat jalan di rumah sakit dalam 6 tahun terakhir. Kondisi ini membutuhkan biaya perawatan sebesar Rp379,3 miliar.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019 merekomendasikan vaksinasi PCV dimasukkan ke dalam Program Imunisasi Nasional. Mengenai hal ini, Nadia mengatakan, saat ini vaksin PCV masuk dalam rencana pelaksanaan imunisasi rutin yang dimulai di Lombok Barat dan Timur pada tahun 2017. Cakupan imunisasi PCV juga diperluas setahun kemudian ke NTB dan Bangka Belitung.

"Tahun 2019 dievaluasi agar bukan hanya di beberapa kabupaten saja, diperluas di seluruh provinsi, sehingga kita melakukan (imunisasi) seluruh coverage-nya di NTB dan provinsi Bangka Belitung," tutur dia.

Tahun ini, pelaksanan imunisasi PCV kembali dilakukan menyasar anak-anak di Jawa Timur dan Jawa Barat yang termasuk wilayah dengan prevalensi pneumonia cukup tinggi.

Pneumonia hingga kini menjadi penyebab kematian anak di bawah usia 5 tahun di dunia. Pada tahun 2015, sebanyak 1 dari 6 anak meninggal karena pneumonia. Indonesia menjadi salah satu penyumbang 6 dari 10 kematian anak akibat pneumonia di 10 negara selain Nigeria, Kongo, Angola, Afganistan, Pakistan, dan China.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007 menunjukkan, penyebab kematian bayi pada tahun 2007 salah satunya karena pneumonia (23,8 persen), sementara pada balita (15,5 persen).

Sementara itu, data dari Sample Registration System (SRS) pada tahun 2014 memperlihatkan, sebanyak 23 balita meninggal setiap jam dan 4 di antaranya karena pneumonia.

"Insiden dari kejadian baru pneumonia menjadi perhatian kita mengapa perlu terus mencoba melakukan pencegahan dan pengendalian pneumonia terutama pada balita," tutur Nadia.

Teknik Hitung Napas

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, menghitung frekuensi napas bisa digunakan para orangtua untuk mendeteksi pneumonia pada anak.

"Bagaimana hitung napas menjadi penting, bagaimana ibu mengenali anaknya sesak, karena biasanya anak-anak tidak bisa mengeluh karena sesak. Paling dia rewel, sering menangis," kata dia.

Pneumonia terjadi akibat infeksi yang mengenai jaringan di saluran pernapasan bawah yaitu paru-paru. Di antara sejumlah gejalanya, napas cepat salah satunya.

Kriteria napas cepat pada anak usia kurang 2 bulan lebih dari 60 kali napas per menit, lalu pada usia 2-11 bulan lebih dari 50 kali per menit, usia 1-5 tahun sekitar lebih dari 40 kali per menit dan anak usia di atas 5 tahun lebih dari 30 kali per menit.

Selain hitung napas, orangtua juga bisa memperhatikan ada tidaknya retraksi dinding atau penarikan dinding dada. Untuk memudahkan, gejala ini ditandai adanya cekungan ke dalam di bawah dada. Ini menjadi pertanda anak sesak.

Pengukuran saturasi oksigen menggunakan oximeter juga bisa dilakukan. Apabila angka pada alat menunjukkan di bawah 93 persen maka kondisi pneumonia sudah masuk kategori berat. Pada anak yang masih menyusui, ketidakmampuan dia menyusu hingga penurunan kesadaran juga menjadi tanda pneumonia berat.

"Paling gampang, lihat kalau di bawah dada agak cekung ke dalam, itu tanda-tanda sesak. Kalau punya alat saturasi oksigen kita bisa gunakan," tutur Nadia.(ant)

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda